ini merupakan sumber yang terpercaya dan sebagai asal mula Ibadah Qurban dan haji. Ibadah Qurban dan haji adalah ibadah yang bersumber dari napak tilas dua hamba Tuhan yang paripurna keimanannya. Tentu saja, peristiwa tersebut menjadi tauladan bagi umat sesudahnya. Pengurbanan perjuangan mereka mendapatkan kepasrahan yang total pada Sang Pencipta begitu membahana di dalam jiwa setiap pengikut ajaran kebenaran. Mengapa tidak?
Rekaman kisah-kisah menarik tentang kedua Bapak-Anak ini begitu menawan, yang seharusnya menjadi suri tauladan. Ibrahm itu sendiri identik dengan ‘proses pencarian kebenaran (Tuhan). Al-Qurán mengisahkan dimulai dengan Ibrahims sebagai orang muda yang mencari kebenaran dan menghancurkan patung-patung masyarakat saat itu, termasuk ayahnya sendiri. Ibrahim dengan olah ratio dan hati kemudian mendapatkan kebenaran (singkat saja yah…) dan meninggalkan kepercayaan serta sesembahan masyarakat Babilonia (Mesopotamia) saat itu. Ibrahim pun meninggalkan kampung halamannya dan berangkat ke kota Haran, yang merupakan pusat budaya Yunani di Asia. Dari Haran ini Ibrahim ke Negeri Kanán (Palestina).
Di kanán ini Ibrahim resah karena bersama istrinya Sara tidak punya anak. Ibrahim ke Mesir dan diberi hadiah seorng wanita yang bernama Hajar. Dan dari Hajar ini kemudian lahir Ismail. Namun Sarah cemburu dan dia mengusirnya. Sarahpun kemudian mendapatkan anak yang bernama Ishak. Singkatnya, berdasarkan perintah wahyu mereka (Ibrahim, Hajar dan bayi Ismail) pergi ke Lembah Gersang Makkah dan peristiwa demi peristiwa terjadi pada mereka dalam rangka perjuangan keimanan kepada Tuhan, yang kisahnya sudah banyak kita tahu.
Tentu saja bagi Ibrahim, Ismail adalah anak kesayangan. Anak yang diidam-idamkan dan digadng-dadang. Kalau zaman kita sekarang, apa saja yang diminta akan diruti; dan memperjuangkan dirinya dari berbagai ancaman yang mebahayakan hidupnya. Itu kita. Namun tidak bagi Ibrahim dan Ismail. Ismail tumbuh menjadi anak yang tahu diri dan penuh keyakinan pada Tuhan. Ketika Ibrahim bermimpi diminta menyembelih putra semata wayang itu, tentu saja timbul keraguan pada diri Ibrahim. Namun, justru Ismail menguatkan perintah terhadap ayahnya itu. “Wahai ayah, lakukanlah. Insya Aku termasuk orang-orang yang tabah”, demikian kata Ismail sebagaimana direkam dalam Al-Qurán.
Perjuangan dan ketabahan serta kesabaran Ismail, akhirnya berbuah manis. Pengorbanan itu diganti dengan mengurbankan hewan yang menjadi sunah (tradisi) bagi umat Islam. Ibadah berkurban ini merupakan pengakuan terhadap napak tilas kemimanan Ayah-Anak dalam menjalankan kepasrahan mereka atas perintah-perintah Tuhan.
sumber : kompasiana.com